#CeritaSahabatKK Nurul Aisyah HI. Mustafa: 

Keseimbangan adalah Kunci


Halo SahabatKK! Namaku Nurul Aisyah HI Mustafa. Aku berasal dari sebuah daerah yang terkenal dengan keindahan danau berpasirnya yaitu Poso, Sulawesi Tengah. Sekarang aku mahasiswi tahun pertama di Universitas Tadulako Palu, jurusan Kesehatan Masyarakat.


Sejak SD, aku sudah terbiasa tinggal berpindah-pindah karena mengikuti pekerjaan Ayah. Aku tumbuh dengan didikan orang tua yang ingin memaksimalkan potensi anak karena Ayah sendiri menekuni minat bakatnya di bidang gambar dengan membuat tempat khusus di rumah untuk menyimpan gambarnya. Hal ini membuat aku aktif mengasah kemampuan dan kepercayaan diri dengan mengikuti lomba. Saat SMP, jadwalku semakin padat karena sudah mulai mengenal dan ikut kegiatan organisasi. Bahkan, ada kalanya aku ditunjuk untuk ikut lomba namun terpaksa tidak bisa ikut karena bertabrakan dengan jadwal lain.


Akan tetapi saat pandemi COVID-19 melanda sewaktu aku kelas 3 SMP, aku merasa kewalahan. Kegiatan-kegiatanku harus dilakukan secara daring dan perubahan tersebut membuatku kesulitan mengatur waktu. Suatu hari, tubuhku tiba-tiba drop sehingga aku harus dilarikan ke rumah sakit. Setelah diperiksa, aku positif COVID-19 karena kelelahan. Hal tersebut membuat Ayah dan Ibu memintaku untuk berhenti dulu dari kegiatan-kegiatan yang aku jalani. 


Pandemi mulai mereda saat aku kelas 1 SMA. Kegiatan luring mulai dilaksanakan kembali, namun aku masih belum bisa kembali ke Nurul yang dulu, yang aktif berkegiatan kesana kesini. Teman-teman dan guru sering bertanya, kenapa aku tidak aktif. Rasanya sulit kembali menemukan jati diri lagi karena masih dalam tahap penyesuaian. Namun, ada kejadian yang memicu kembalinya diriku yang dulu.


Suatu hari, kelasku mendapat tugas menggambar anatomi tubuh. Guru mata pelajaran Biologi memanggilku untuk bertanya apakah tugas yang aku buat menjiplak atau digambar sendiri. Awalnya beliau tidak percaya sehingga aku diminta untuk menggambar langsung. Setelah melihat hasil gambarku, beliau menyadari bahwa aku memiliki potensi di bidang gambar. Bakatku semakin berkembang karena beliau mengikutsertakan ke berbagai lomba gambar dan memberikan fasilitas, salah satunya adalah tablet. Bukan hanya di bidang non-akademik, beliau juga melihat bahwa aku memiliki potensi di bidang akademik sehingga aku diikutsertakan ke olimpiade juga.


Meskipun aku harus pindah ke Mamuju dimana lingkungan sekolahnya kurang mendukung, aku masih memegang semangat yang sama untuk tetap berusaha. Di tengah ketidaknyamanan, aku berhasil lolos lomba Festival Lomba Seni Siswa Nasional tingkat nasional yang dulu pernah menjadi keinginanku saat SMP. Selain itu, aku dan teman-teman juga berhasil lolos lomba Kihajar STEM yang diadakan Kemendikbud dengan membuat bahan bakar dari sampah plastik. 


Tidak terasa masa SMA akan segera selesai, aku sudah harus memikirkan rencana kedepannya untuk melanjutkan pendidikan. Aku mengikuti seleksi jalur nilai rapor (SNMPTN) dan jalur tes (SBMPTN) untuk mengejar kuliah jurusan Kedokteran. Sejak kecil, aku sudah bercita-cita untuk menjadi dokter karena sering diajak Tante−yang juga berprofesi menjadi dokter−ke rumah sakit. Selain itu dari semua mata pelajaran di sekolah, aku paling suka dan mudah paham dengan Biologi. 


Namun aku tidak lolos di keduanya sehingga aku memutuskan ikut tes mandiri untuk jurusan Kesehatan Masyarakat. Aku mulai aktif mencari informasi beasiswa supaya nantinya saat kuliah, biaya pendidikanku tidak membebankan orang tua. Perjuanganku mendapatkan beasiswa juga berliku-liku karena sempat gagal di 2 tes beasiswa, hingga suatu hari aku melihat informasi tentang beasiswa DJITU oleh Yayasan Khouw Kalbe di Instagram.


Tahap demi tahap seleksi aku lalui; mulai dari tes akademik yang aku kerjakan hingga tes wawancara yang diwarnai banyak cobaan. Aku sempat merasa kurang puas dengan diri sendiri dan sepertinya, aku tidak akan lolos beasiswa ini. Tapi semua berubah karena satu kejadian lucu saat hasil tes wawancara diumumkan. Namaku tidak muncul saat dicari di daftar kandidat yang lolos tes wawancara sehingga aku mengabari orang tuaku bahwa aku tidak lolos karena performaku kurang baik saat tes wawancara. Rupanya, aku salah mengetik namaku sendiri karena Ayah menemukan namaku saat ia mencarinya. Aku langsung menangis terharu karena perjuanganku terbayarkan.


Berkat beasiswa DJITU, aku bisa berkuliah di jurusan Kesehatan Masyarakat yang menyenangkan. Kegiatan praktikum membuatku senang meskipun harus membuat laporan yang panjang. Minatku di Sains juga tersalurkan dengan jurusan ini, terutama di bidang epidemiologi (pendeteksian penyebab masalah kesehatan). Bukan cuma itu, sesi workshop pengembangan kapasitas dari beasiswa ini juga bermanfaat untukku. Aku dapat memperluas koneksi dengan teman-teman penerima beasiswa lain dan mendapat wawasan baru lewat materi-materinya (dimana salah satunya pernah membantu tugasku yang sangat sulit).


Tidak hanya di bidang akademik, aku juga masih aktif di bidang non akademik dengan mengikuti organisasi Lembaga Pers Mahasiswa, olahraga (bulutangkis dan basket), dan membuka freelance jasa desain grafis. SahabatKK yang ingin memesan desain bisa menghubungi aku melalui Whatsapp di 085240724720 😁


Kedepannya, aku ingin menjadi Ketua BEM di kampusku dan mengembangkan usaha freelance-ku ini lebih luas lagi bahkan sampai menjangkau luar negeri. Apabila diberikan kesempatan, aku ingin kuliah S1 Kedokteran setelah lulus S1 Kesehatan Masyarakat.


Sebelum aku menutup ceritaku, ada beberapa pesan yang mau aku sampaikan ke SahabatKK. Kegagalan dalam hidup pasti ada, namun hal tersebut jangan jadi alasan untuk berhenti. Tetap berusaha dan melakukan apa yang kita suka karena yang terpenting adalah mengubah kegagalan menjadi keberhasilan. Terutama untuk SahabatKK yang suka mengikuti lomba atau hal-hal baru lainnya, kalah itu tidak apa-apa karena dengan berpartisipasi dan berjuang sudah termasuk usaha untuk mengembangkan bakat kita. Tapi, kalau ada kegiatan atau hal-hal yang tidak cocok dengan kita, jangan dipaksakan ya :)