Recap CBT Communication #1:
Active Listening & Empathy
Tanggal 19 Januari 2025, SahabatKK telah melaksanakan kegiatan Capacity Building Training bersama Kak Annisa N. Harwiningtyas yang merupakan seorang Psikolog. Kak Nisa, begitu biasanya beliau disapa hadir secara online untuk berbagi mengenai materi Active Listening & Empathy. Kak Nisa sebelumnya menempuh pendidikan sarjana dan magister Psikologi di Universitas Gadjah Mada. Sebelum sesi pemaparan dimulai, SahabatKK bermain game bernama “Dengarlah Ceritaku” dengan tujuan untuk melatih seberapa fokus SahabatKK dalam mendengarkan cerita.
Active listening adalah kemampuan mendengarkan dengan penuh perhatian, bukan cuma sekedar mendengarkan kata-kata yang diucapkan, tapi juga memahami perasaan, pemikiran, dan maksud di baliknya yang sangat penting untuk kita kembangkan sebagai mahasiswa. Kemampuan ini perlu didampingi dengan empati. Mengapa demikian? Karena Active listening tanpa empati sama seperti kita menonton film tanpa suara. Empati adalah kemampuan memahami perasaan dan sudut pandang orang lain tanpa menghakimi. Dengan empati, kita nggak hanya mendengar kata-katanya, tapi juga merasakan emosi di balik kalimat yang diucapkan lawan bicara. Kak Nisa juga memberikan saran untuk menggunakan empathy map dalam mempraktikan active listening dan empathy.
Dalam active listening, perlu tiga aspek yang perlu diperhatikan, yakni aspek kognitif, afektif, dan behavioral.
Aspek Kognitif
Aspek kognitif dalam active listening berkaitan dengan pemahaman dan kesadaran kita tentang bagaimana dan mengapa kita harus mendengarkan dengan baik. Ini melibatkan proses berpikir untuk memahami struktur percakapan, menangkap makna yang disampaikan, serta menganalisis informasi untuk membentuk pemahaman yang akurat. Selain itu, menghubungkan informasi baru dengan pengalaman sebelumnya dan tetap fokus tanpa terdistraksi.
Aspek Afektif
Aspek afektif berhubungan dengan sikap dan motivasi dalam mendengarkan. Ini bukan cuma soal mendengar, tapi benar-benar ingin memahami perasaan dan perspektif lawan bicara tanpa terdistraksi atau bersikap defensif.
Aspek Behavioral
Aspek perilaku terlihat dari bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan respons verbal yang menunjukkan perhatian. Menjaga kontak mata, mengangguk, atau bereaksi dengan ekspresi yang tepat dapat menandakan pemahaman. Selain itu, merespons dengan pertanyaan terbuka atau mengulang poin penting membantu memastikan pemahaman.
Ada beberapa teknik yang bisa SahabatKK lakukan untuk menjadi seorang active listener, diantaranya adalah sebagai berikut.
Paraphrasing, yaitu mengulang inti pembicaraan dengan kata-kata sendiri agar lawan bicara merasa dipahami.
Summarizing, meringkas poin utama dari percakapan untuk memastikan adanya kesamaan pemahaman.
Open-ended Question, menanyakan pertanyaan terbuka yang mendorong lawan bicara untuk bercerita lebih dalam.
Reflection, menyampaikan kembali emosi atau perasaan yang dirasakan lawan bicara agar mereka merasa didengar dan divalidasi.
Encouraging, memberikan dukungan kecil seperti anggukan atau respons verbal, untuk menunjukkan ketertarikan.
Intentional Silence, memberi jeda tanpa interupsi agar lawan bicara memiliki ruang untuk mengungkapkan pikirannya dengan lebih leluasa.
Dalam praktiknya, melakukan active listening terkadang tidak mudah. Meskipun terdengar sebagai kemampuan yang rasanya mampu dimiliki semua orang, ada saja faktor-faktor yang bisa mempengaruhi SahabatKK sehingga tidak bisa aktif mendengarkan lawan bicara. Misalnya seperti kekurangan minat terhadap topik yang dibicarakan, adanya stereotipe dan bias terhadap topik yang lawan bicara ceritakan, distraksi saat proses mendengarkan, hingga memiliki penghakiman dan asumsi yang SahabatKK miliki terhadap lawan bicara meskipun mereka belum selesai bercerita.
Dalam sesi CBT kali ini, Kak Nisa juga memberikan kesempatan kepada SahabatKK untuk bertanya. Salah satu pertanyaan menarik dari SahabatKK adalah tentang bagaimana cara memberikan respon saat melakukan active listening dan empathy kalau kita sebagai pendengar bukan orang yang ekspresif. Menurut Kak Nisa, sebetulnya saat kita melakukan active listening, kita tidak harus selalu mengekspresikan emosi secara "berlebihan" (dalam hal intonasi atau ekspreasi wajah). Sebagai pendengar yang terpenting adalah apa yang kita sampaikan, bukan seberapa ekspresif kita. Kita bisa tetap menunjukkan empati dengan kata-kata yang tepat, tanpa harus ikut terbawa emosi secara berlebihan
Active listening yang dipadukan dengan empati menciptakan komunikasi yang lebih dalam dan bermakna. Dengan melatihnya, SahabatKK bisa membangun hubungan yang lebih kuat, baik dengan teman, keluarga, maupun di dunia profesional seperti kuliah dan bekerja.
Yuk, SahabatKK mulai jadi pendengar yang benar-benar hadir dan memahami lawan bicara kita.