Fenomena Normalisasi Joki Tugas di Indonesia: 

Sebuah Krisis Integritas Pendidikan


Dewasa ini tengah marak terjadi praktik joki tugas, baik di kalangan siswa, mahasiswa, bahkan dosen yang tengah mengejar KPI untuk memenuhi jumlah minimal publikasi penelitian. Krisis pendidikan ini telah menjadi rahasia umum karena mirisnya, jasa perjokian kini dilakukan dan dipromosikan secara terang-terangan melalui media sosial. Jasa joki tugas ini, yang dulunya dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tertutup, kini diiklankan secara gencar oleh para penjoki dan dicari oleh para pengguna jasa yang telah menganggap praktik perjokian sebagai sesuatu yang wajar.

Dari mana akar masalahnya?

Permasalahan joki tugas ini rupanya tidak sesederhana yang terlihat di permukaan. Nyatanya, ada banyak faktor yang berkontribusi dalam “normalisasi” joki tugas di era sekarang. Salah satunya adalah sistem kelulusan yang berbasis nilai dan tugas akhir. Praktik joki tugas menemukan celah untuk berkembang dalam penilaian tugas akhir yang dinilai sangat satu dimensi. Mulai dari jasa pengetikan tugas, skripsi, tesis, maupun disertasi. Joki tugas akhir juga dipengaruhi oleh mentalitas “yang penting lulus”, karena berbagai lowongan pekerjaan yang kini memberikan batasan umur bagi para pelamarnya. Mentalitas ini kemudian terbentuk menjadi mentalitas hanya mengejar ijazah, bukan menguasai ilmu.

Tidak hanya dalam tugas akhir, joki tugas juga dapat ditemukan dalam tugas kuliah atau sekolah sehari-hari. Kondisi ini didorong oleh berbagai faktor baik dari eksternal maupun internal. Dari faktor eksternal, mulai dari kurangnya kesejahteraan guru untuk memfasilitasi pembentukan karakter jujur dan berintegritas murid-muridnya, hingga kegagalan pemerintah untuk menjamin sandang-pangan-papan masyarakatnya yang kini memiliki ketakutan untuk gagal dalam pekerjaan atau tidak bisa makan keesokan harinya.

Gagalnya Pendidikan Karakter

Sebagai faktor internal, joki tugas muncul karena sebagian orang punya mental “ingin hal instan” sehingga berani untuk mencari jalan pintas bahkan jika harus menerobos nilai moral atau melakukan tindakan tidak jujur. Hal ini mencerminkan gagalnya pendidikan karakter dalam pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan yang hanya mencari suatu “nilai” dalam bentuk ijazah dan semacamnya, tetapi tidak mengedepankan proses menyumbang poin yang harus dibenahi dalam pendidikan di Indonesia.

Ada Demand, Ada Supply

Fenomena joki tugas, sekali lagi, adalah masalah struktural. Walau termasuk dalam pelanggaran etika akademis, praktik joki dilanggengkan karena masih ada permintaan atau demand dari pihak “pelanggan”, sehingga para penyedia jasa joki melihat peluang tersebut dan semakin gencar memasarkan jasa mereka. Selebgram pun tidak luput mempromosikan jasa joki dengan ribuan pengikut di Instagram. Salah satu akun joki tugas bahkan mendirikan kerajaan mereka dengan membangun PT dan mem-branding diri sebagai konsultan akademik.

Lantas, apa bedanya dengan kursus?

Joki tugas, walau menyediakan bimbingan atau konsultasi, masih melanggar isu etik akademik karena pada akhirnya, joki tugas melanggar nilai kejujuran yang seharusnya dijunjung tinggi dalam proses menuntut ilmu. 

Kembali Pada Tujuan Utama Pendidikan

Kendati fenomena joki tugas semakin marak dan mirisnya dinormalisasi di masyarakat, penting bagi kita untuk tetap memegang integritas dalam setiap proses pembelajaran. SahabatKK, yuk kita tetap jaga integritas dalam diri kita dan menolak untuk melakukan tindakan tidak jujur dalam proses menuntut ilmu! 


Referensi:

Dzulfaroh, A.N. (2024, Juli 25). Mengapa Joki Tugas dan Skripsi Kini Dianggap Wajar? Kompas.com. https://www.kompas.com/tren/read/2024/07/25/093000965/mengapa-joki-tugas-dan-skripsi-kini-dianggap-wajar-?page=all

Nasifah, L.Z. (2024, Juni 27). Fenomena Joki Tugas di Dunia Pendidikan, Begini Awal Mulanya. Detikedu. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7411692/fenomena-joki-tugas-di-dunia-pendidikan-begini-awal-mulanya